Dalam hidup dan kehidupan selalu diwarnai permasalahan. Permasalahan tersebut wajar adanya untuk ke kehidupan yang lebih bahagia.
Penyebab yang mewarnai corak hidup di kehidupan masyarakat, sejak Adam as hingga kini adalah percintaan (rasa cinta). Awalnya rasa cinta bagaikan “kukang”. Sejalan dengan perjalanan waktu, cinta kukang berubah bagai percintaan anjing dan kuning. Permasalahan kecil bisa meledak menjadi besar tanpa sebab yang jelas. Upaya penyelesaian sarat dengan merasa benar di masing-masing pihak. Adanya pihak ketiga akan dapat menambah retaknya rasa cinta yang telah menyatu. Apalagi munculnya orang ketiga (perselingkuhan), biasanya berkaitan dengan hubungan “kelambu” yang tidak semesra lagi seperti dulu.
Kondisi keuangan cukup berpotensi, walau bukan sebagai penyebab utama. Namun dapat menjadi biang kerok keretakan kehidupan rumah-tangga. Belum lagi masalah anak-anak dan lingkungan sekitar.
Orang ketiga memang diperlukan sebagai penengah. Penengah yang baik bersifat “sharing”. Tapi justru dalam kenyataannya menjadi kompor, sehingga permasalahan menjadi tambah ribet.
Berbagi pengalaman kehidupan yang saya alami dapat sarikan sebagai berikut :
(1) Dalam menyelesaikan masalah hendaknya bibir dilukis dengan senyuman. (ini memang ribet)
(2) Saat menyelesaikan masalah lakukan dengan kepala dingin, terutama bagi si lelaki (suami) sebagai nahoda kehidupan. Kesabaran hati sangat diperlukan dalam penyelesaian masalah.
(3) Jangan gunakan kata-kata (kalimat) prasangka. Karena ini dapat mengundang masalah baru.
(4) Jangan sampai mengeluarkan kata-kata yang “sumbang”, bila terjadi pertentangan pendapat. Misal memaki, mengumpat. “pembelajaran yang tidak terpuji”. Bila juga terjadi, pihak yang lain supaya meredam.
(5) Setiap permasalahan hendaknya diselesaikan berdua saja. Apabila pihak ketiga ikut campur, diminta untuk tidak ikut-ikutan, walau apapun alasannya. Kecuali kita tahu benar pihak ketiga tersebut dapat dijadikan sebagai orang penengah. Tetapi bila salah-satunya tidak menginginkan, maka pihak ketiga diminta mundur.
(6) Bila menyelesaikan satu masalah, jangan sampai mengungkit-ungkit masalah lain (sebelumnya). Ini akan memperlebar masalah.
(7) Khusus masalah “kelambu” hanya diselesaikan berdua. Tidak ada pilihan lain. Diperlukan sifat keterbukaan. Catatan: sebagai lelaki jangan hanya mau menang sendiri.
(8) Permasalahan apapun yang akan diselesaikan hendaknya anak-anak jangan sampai mendengar, apalagi ikut campur. Kecuali memang terkait dengan anak-anak, maka mereka perlu dihadirkan.
(9) Dalam menyelesaikan anak-anak hendaknya dilakukan dengan bijak. Sangat dituntut kesabaran orang tua. Katakan salah kalau memang salah, tapi berikan solusinya. Katakan benar kalau memang benar, tapi jangan dipuji. Jangan keluarkan kata-kata bersifat memaki atau merendahkan martabatnya. Jangan lukai hatinya. “pembelajaran yang tidak terpuji”.
(10) Pada waktu-waktu tertentu, usahakan berdiskusi dengan anak seperti layaknya sebagai teman. Dengarkan pendapat mereka walaupun salah. Berikan solusi dengan kata-kata (kalimat) yang memang dapat diterima si anak. Sebagai orang tua tidak bisa menginginkan kehendak. Apalagi dijaman sekarang, pengaruh lingkungan cukup memberikan andil terhadap perilaku anak.
(11) Sadarkan diri bahwa kita yang salah (keliru) bila terjadi/timbulnya suatu permasalahan. Baik suami sebagai kepala rumah-tangga atau isteri sebagai pengatur rumah-tangga. (ini memang sulit untuk dicerna)
(12) Jangan lupa setiap saat minta “kedamaian hati” kepada Illahi Rabbi.
Mudah2an pengalaman kehidupan selama 25 tahun bersama sang mantan pacar yang telah tiada dapat dipetik, paling tidak sebagai solusi alternatif yang mungkin.
A2Karim
0 komentar:
Post a Comment