Waktu itu bulan Ramadhan. Waktu itu aku suka nonton tayangan TV RCTI, karena tiap malam menayangkan shalat tarawih di Mekkah, Masjidil Haram. Entah mengapa, kenapa, aku pun tak tahu sebabnya, kelopak mata mengalir air, begitu ‘ku melihat Rumah Tuhan ku. Bertambah menit, bertambah deras. Aku menangis dan terus menangis. Tiap malam itu terjadi, bila aku menonton tayangan tsb.
Hari kemenangan pun tiba, Hari Raya Idul Fitri.
Ka’bah, Rumah Tuhan ku terus terbayang tanpa dibayangkan. Ku usik bayangan itu, justru semakin nampak jelas di mata. Jelas sekali. Hari demi hari, minggu demi minggu, aku diselimuti kebingungan. Betul-betul bingung tidak mengerti. Sampai-sampai hati berkata “apa aku ini sudah gila?”. “Apakah aku telah gila dengan Rumah Tuhan ku?”. “Apakah aku telah gila dengan kasih sayang Tuhan ku?”. “Apakah aku telah gila dengan sosok Tuhan ku”. “Apakah aku telah gila dengan gapaian Tangan-Tuhan ku”. “Apakah aku telah gila dengan Dekapan Tuhan ku”. Kerinduan memuncak. Aku tak berdaya dan tak punya kuasa bagaimana cara memanggil Tuhan ku. Aku menggila penuh kerinduan.
Hari kemenangan kedua pun tiba, Hari Raya Haji.
Kegilaan ku semakin menjadi-jadi. Aku rindu, rinduuuuu sekali. Rindu tiada tara dekapan Tuhan ku. Tapi aku tak berdaya, pasrah. Betul-betul pasrah, karena ketidak-mengertian mengapa ini bisa terjadi. Aku terus tenggelam dalam kerinduan yang dalam bersiram air mata.
Kebetulan malam itu aku duduk sendiri di teras depan rumahku. Malam kapan aku sudah lupa, yang ku ingat 1 minggu setelah lebaran Haji. Ku pandang langit. Ku terobos langit tanpa batas. Aku diam ….., yang ku ingat “hanya TUHAN ku”. Di tengah keheningan malam yang semakin larut, ku dengar suara yang tak jelas dan tak ku mengerti. Aku diam. Entah berapa lama ‘ku dengar suara itu. Setelah beberapa saat, suara itu menjadi jelas. Jelas sekali. Entah siapa, apakah dari kata hatiku yang paling dalam atau dari Tuhan ku. “Kupiah” (bahasa Banjar, maksudnya kopiah). Langsung hatiku berkata “kupiah haji”. Tapi suara itu muncul lagi “hirang” (bahasa Banjar, maksudnya hitam). Aku diam, bingung apa yang dimaksud. “Kupiah haji hirang”. Aku tersentak, “itukah maksudnya”.
Ku cari kopiah haji berwarna hitam. Dua hari ku cari di pasar Martapura (Kab. Banjar, Kalimantan Selatan). Ada ketemu, tapi hati berkata “lain”. Ketemu lagi kopiah haji berwarna hitam, hatiku berkata “lain”. Aku sempat kebingunan, kopiah berwarna hitam bagaimana yang dimaksud. Akhirnya ku putuskan untuk mencari pembuat kopiah di pasar Martapura. Setelah tanya sana-sini, akhirnya atas bantuan bapa penjual kopiah, saya dapat petunjuk lokasi pembuat kopiah. Letaknya sekitar Madrasah Darusalam di Martapura. Tanya sana-sini, masuk gang, akhirnya sampai ke rumah dimaksud. Bapaknya sudah berumur dan memang usaha beliau membuat kopiah. Setelah dijelaskan apa yang saya maksud, langsung saya minta buatkan 3 buah kopiah. Dua kopiah untuk anak saya. N73-20090515
Sekitar 1 minggu kopiah tsb selesai. Saya pakai kopiah itu, hatiku damai. Alhamdulillah. Tuhan Maha Besar dengan Segala Kuasa Nya Tanpa Batas. Amin.
Salam,
A2Karim
*) kejadian ini sekitar tahun 2003 (Tuhan, maafkan aku bila ini keliru).
0 komentar:
Post a Comment